Kamis, 26 Mei 2011

Mari menuliskan isi pikiran pada tulisan

26 Mei 2011

Setelah mencoba untuk memikirkan apa yang akan gw tulis pada sebuah blog, dengan berbagai pertimbangan dan pemikiran yang masak-masak (apeu) lebih baik gw mulai menulis saja apa yang ada di kepala ini.


Di saat kalian, kamu, anda, lo sekalian melihat isi postingan gw ini, perlu diketahui adalah gw sedang menatap laptop kerja dan mencoba untuk membuat sebuah rilis yang akan dikirimkan ke beberapa media untuk membantu promosi sebuah film yang sedang dikerjakan oleh kantor gw.

Sedikit mundur ke beberapa bulan yang lalu tepatnya sekitar awal tahun, kantor gw yang banyak bergerak di bidang marketing communications mendapatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari sebuah film yang digarap oleh Keana Production, Production House milik salah seorang publik figur sebut saja Bunga halah... inisal saja sudah lebih dari cukup, MZ inisialnya. Sang empunya ini berteman dengan punggawa punggawa alias sob sob alias bos bos alias owner-owner kantor gw karena sebelumnya mereka berhasil melaksanakan sebuah hajatan besar di pertengahan tahun lalu dan berhasil mengumpulkan sekitar 2500an pelajar dari seluruh Indonesia untuk bersama-sama mengadakan sebuah kegiatan jambore di wilayah Jatinangor, Sumedang. Berawal dari kesuksesan yang di ketuai oleh salah satu owner kantor gw, MZ ini akhirnya mengajak untuk kembali berkolaborasi dalam menggagas sebuah film yang akan dibuat pada awal tahun dan saat ini sudah ditayangkan di beberapa bioskop kesayangan anda.

Antara awal tahun sampai dengan tengah tahun ini dimana film sudah dilepas ke pasaran ada beberapa kejadian yang bisa diceritakan dan menjadi pembelajaran baru bagi gw:

Pra produksi pembuatan film

Mulai dari salah satu owner gw yang memutuskan untuk mundur dari bagian film ini karena merasa ada salah satu oknum yang mengklaim sudah menjalankan banyak projek film sehingga merasa metodenya-lah yang paling tepat untuk diterapkan (walaupun ternyata tidak sepenuhnya benar dan berhasil). Padahal seharusnya kerjasama antara pengetahuan dunia film milik orang tersebut dan dunia marketing yang dimiliki oleh kedua owner gw bisa menjadi sebuah ilmu baru yang bisa mensukseskan sebuah film.

Produksi pembuatan film
Pengalaman gw yang bisa menginjakkan kedua kaki ini di salah satu garis paling ujung perbatasan NKRI di Entikong. Buat yang belum tahu dimana itu Entikong, sedikit gambaran yang bisa gw kasih adalah bayangkan perjalanan darat dari kota Pontianak yang harus berjalan melewati gunung-gunung dengan kondisi jalanan yang rusak sekitar lebih dari 30 km ditambah yang hancur banget sekitar 20 km dan memakan waktu selama 7 jam sebelum sampai di penginapan. Cuacanya bagaimana? jangan ditanya panasnya kalau sudah siang, matahari terasa dekat sekali ke ubun-ubun kepala, tetapi saat matahari turun, hawa berubah menjadi dingin dan cenderung sejuk mungkin karena Entikong ini berada di bukit-bukit.

Kalau di peta kurang lebih seperti ini letak dari Entikong





Oke sudah terbayang jauhnya? kurang lebih seperti itulah perjalanan eksotis gw ke Entikong. Merasa beruntung juga bisa dapat kesempatan untuk berkunjung kesana dan melihat langsung bagaimana kehidupan masyarakat yang bisa dibilang sangat jauh dari peradaban. Percaya deh, kita yang hidup di perkotaan ini jauh lebih beruntung dan akan merasa bersyukur kalau kita berada di kota kota besar dibanding masyarakat yang ada disana.

Desa yang gw kunjungi ini letaknya sekitar 1 jam dari penginapan di Entikong namanya Desa Punti Kayan, untuk bisa mencapai desa ini diperlukan transportasi berupa mobil dengan kemampuan 4 wheel drive yang mumpuni, karena apa? Karena kalau tidak menggunakan 4wd bisa-bisa mobilnya malah merosot ke dalam parit, "ah kan cuma parit" - parit disini maksudnya ya sungai-sungai atawa jurang kecil selebar 3-5 meter jadi sama saja cari cilaka namanya. Di dalam desa itu selama seharian disana gw cuma menemukan dua ekor kucing saja yang berkeliaran karena yang banyak berkeliaran disana adalah babi!! Butul sodara-sodara babi menjadi ternak utama mereka dan konon kalau ternyata kita mencelakai ternak babi hingga akhirnya babi tersebut tewas niscaya kita harus merogoh kocek dalam dalam karena wajib mengganti biaya babi itu, begini kurang lebih cara menghitungnya: berapa umur babi dari itu, berapa besar biaya yang sudah dikeluarkan untuk menghidupi babi tersebut sampai sebesar itu, jumlah tersebut masih ditambah dengan kemungkinan anak-anak babi yang mungkin dihasilkan oleh sang babi tersebut.. ribet? Sudah pasti lah.. makanya seluruh orang yang hadir ke satu desa harus hati-hati kalau ada babi lewat. Sekian urusan perbabi-babi yang ada disana.

Sekarang melihat kehidupan masyarakat disana, awal kedatangan gw di Desa tersebut disiapkan sebuah pesta penyambutan kepada seluruh kru film disana yang juga menjadi adegan akhir dari film ini. Jadi gw berkesempatan untuk melihat budaya Dayak di daerah itu ditambah dengan beberapa acara adat istiadat masyarakat Dayak. Dan ternyata, untuk menyambut kedatangan pendatang disiapkan sebuah acara yang cukup meriah dan penuh dengan tuak... Ooooo yeahhh tuak lokal Dayak, proses penyambutannya adalah seluruh kru berjalan disambut oleh masyarakat setempat dengan tarian dan juga dengan membagikan tuak sepanjang jalan, seluruh kru yang berjalan di tengah kerumunan secara terus menerus diberikan tuak oleh penduduk mulai dari awal sampai akhir, ibu-ibu, nenek-nenek, anak-anak semuanya memberikan tuak yang dibuat oleh masing-masing penduduk untuk diberikan pada tamu dan kita tidak boleh menolak karena dianggap tidak sopan. Bayangkan saja sepanjang jalan 300m dipadati ratusan penduduk yang semuanya membawa tuak dalam botol dan selalu dibagikan pada tamu, sudah pasti begitu sampai di ujung jalan kepala tamu sudah terasa mabuk dan "berkonde".

Dalam prosesi penyambutan ada kepala desa yang hadir dan juga tetua tetua Desa yang memberikan penyambutan, benar juga kata salah satu kru yang sudah berada disana selama lebih dari 3 minggu, sebetulnya masyarakat disana adalah masyarakat yang ramah selama kita sebagai tamu sudah meminta sopan dan meminta izin kepada mereka. Jadi jangan dulu merasa takut dengan masyarakat Dayak apabila kita berkunjung kesana karena selama kita segan mereka akan lebih sopan (macam slogan angkot).

Selama tiga hari disana baru dihari terakhir gw berkesempatan untuk menginjak kantor imigrasi di Entikong yang berada hanya 10 menit dari penginapan gw. Entah apa yang membedakan tapi memang begitu melihat perbatasan kita dengan negara tetangga terasa sekali perbedaannya, ditempat kita sendiri terlihat kuno sedangkan milik tetangga lebih tertata rapi bangunan kantor imigrasinya. Miris? Pasti karena seharusnya daerah perbatasan itu menjadi halaman sebuah rumah yang menjadi kesan pertama ketika seseorang masuk ke wilayah pribadi yang bernama rumah. Bayangkan ketika ada orang asing yang masuk ke Indonesia dan melihat bahwa daerah di Indonesia sebegitu berantakan, jalanannya jelek, masyarakatnya terkesan tertinggal sudah pasti mereka akan berpikiran seluruh masyarakat Indonesia adalah masyarakat tertinggal.

Kembali ke masalah bersyukur, kita yang hidup di tengah kota besar jauh lebih beruntung dari mereka yang tinggal di daerah perbatasan listrik ada, mall banyak, hiburan 24 jam sehari, mau apa saja mudah didapatkan tetapi ada satu yang kadang hilang dari masyarakat di tengah perkotaan yang hilang: kearifan dan sopan santun. Itu sedikit cerita dari proses yang terjadi selama pra pembuatan film sampai masa produksi film selesai.

Pasca produksi dan film telah dirilis
Dan hari ini satu minggu setelah film dirilis ternyata masih belum menunjukkan hasil yang optimal, di beberapa bioskop film tesebut harus dilengserkan karena tidak berhasil mendapatkan jumlah penonton yang signifikan sehingga kita berinisiatif untuk membuat sebuah rilis yang diharapkan dapat dimuat di beberapa media daerah yang masih memiliki animo menonton film yang masih tinggi. Padahal sebelum masa rilis film ini berbagai macam kegiatan telah dilakukan untuk mendukung promosi film tetapi karena adanya hambatan komunikasi yang diindikasikan dari orang yang gw sebut sebelumnya promosi yang dilakukan jadi kurang maksimal.
Tapi itu semua memang menjadi sebuah pembelajaran bagi gw pribadi, menjadi bagian dari sebuah tim film memang seru dan asyik. Tetapi memang benar anggapan kerja tim akan memudahkan dan membuat tujuan yang hendak dicapai bersama


Regards,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar